Home » Dasar Hukum » PP NOMOR 53 TAHUN 2000

PP NOMOR 53 TAHUN 2000

Namakuzo 23 Aug 2023 19



PERATURAN
PEMERINTAH

NOMOR 53 TAHUN 2000


TENTANG

PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO DAN ORBIT
SATELIT

                                                                             

 

                                                                                      

                                                                                      

PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,

                                                                                                 

                                                                                                                                                         

Menimbang :
bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan mengenai spektrum frekuensi
radio dan orbit satelit sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun
1999 tentang Telekomunikasi, dipandang perlu untuk menetapkan Peraturan
Pemerintah tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan

Orbit Satelit;

                                                                                                 

            Mengingat
:  1.
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;                                     2.
Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154 Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3881);

                                                                                                 

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN
PEMERINTAH TENTANG PENGGUNAAN SPEKTRUM
FREKUENSI RADIO DAN ORBIT
SATELIT.

 

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam
peraturan pemerintah ini yang dimaksud dengan :         

                                     

1.     Telekomunikasi
adalah setiap pemancaran, pengiriman dan atau penerimaan dari setiap
informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara dan
bunyi melalui sistem kawat, optik, radio atau sistem elektromagnetik lainnya;

2.    
Alat
telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam

bertelekomunikasi;  

3.    
Perangkat
telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan
bertelekomunikasi;

4.    
Pemancar
radio adalah alat telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan
gelombang radio;

5.    
Jaringan
telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan
kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi;

6.    
Jasa
telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan
bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan telekomunikasi;

7.    
Penyelenggara
telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik
daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah,
atau instansi pertahanan keamanan negara;

8.    
Penyelenggaraan
telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan
 telekomunikasi sehingga memungkinkan
terselenggaranya telekomunikasi;
 

9.    
Satelit
adalah suatu benda yang beredar di ruang angkasa dan mengelilingi bumi,
berfungsi sebagai stasiun radio yang menerima dan memancarkan atau memancarkan
kembali dan atau menerima, memproses dan memancarkan kembali sinyal komunikasi
radio;

10.  Stasiun radio adalah satu atau beberapa
perangkat pemancar atau perangkat penerima
atau
gabungan dari perangkat pemancar dan penerima termasuk alat perlengkapan yang
diperlukan disatu lokasi untuk menyelenggarakan komunikasi radio;

11.  Komunikasi radio adalah telekomunikasi
dengan mempergunakan gelombang radio;
    

12.  Orbit satelit adalah suatu lintasan di
angkasa yang dilalui oleh pusat masa satelit;
            

13.  Spektrum frekuensi radio adalah kumpulan
pita frekuensi radio;
        

14.  Pita frekuensi radio adalah bagian dari
spektrum frekuensi radio yang mempunyai lebar
tertentu;

15.  Kanal frekuensi radio adalah bagian dari
pita frekuensi radio yang ditetapkan untuk suatu
stasiun
radio;

16.  Alokasi frekuensi radio adalah pencantuman
pita frekuensi tertentu dalam tabel alokasi
frekuensi
untuk penggunaan oleh satu atau lebih dinas komunikasi radio teresterial atau
dinas komunikasi radio ruang angkasa atau dinas radio astronomi berdasarkan
persyaratan tertentu. Istilah alokasi ini juga berlaku untuk pembagian lebih
lanjut pita frekuensi tersebut di atas untuk setiap jenis dinasnya.

17.  Penetapan (assignment) pita frekuensi
radio atau kanal frekuensi radio adalah otorisasi
yang
diberikan oleh suatu administrasi dalam hal ini Menteri kepada suatu stasiun
radio untuk menggunakan frekuensi radio atau kanal frekuensi radio berdasarkan
persyaratan tertentu.

18.  Menteri
adalah Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
telekomunikasi.

                                     

BAB II    PEMBINAAN

Pasal 2

Pembinaan
penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit dilakukan oleh Menteri.
 

                                                                                                           

Pasal 3

              

(1)  Dalam melaksanakan pembinaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2, Menteri
melaksanakan fungsi penetapan kebijakan,
pengaturan, pengawasan dan pengendalian.

 (2)  Fungsi penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian
sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya
meliputi :

a.     
perencanaan
penggunaan spektrum frekuensi radio dan lokasi satelit pada orbit;
            

b.     penentuan
prioritas penggunaan spektrum frekuensi radio;        

c.     
pendayagunaan
spektrum frekuensi radio dan lokasi satelit pada orbit;
           

d.    
perizinan
penggunaan spektrum frekuensi radio dan lokasi satelit pada orbit;
           

e.     
Penelitian
dan pengembangan penggunaan spektrum frekuensi radio dan lokasi
satelit pada orbit seiring dengan perkembangan kemajuan teknologi;

f.     
koordinasi
penggunaan frekuensi radio dan lokasi satelit pada orbit dalam rangka
mendukung kepentingan nasional;

g.     monitoring,
observasi dan penertiban penggunaan spektrum frekuensi radio.
         

                                                                                                 

BAB III

SPEKTRUM FREKUENSI RADIO

                                                                                                 

Bagian Pertama    Perencanaan

Pasal 4

 

 

Dalam
perencanaan penggunaan spektrum frekuensi radio harus diperhatikan hal-hal
sebagai berikut :

a.     mencegah
terjadinya saling mengganggu;     

b.     efisien
dan ekonomis;    

c.     perkembangan
teknologi;          

d.     kebutuhan
spektrum frekuensi radio di masa depan; dan/atau  

e.     mendahulukan
  kepentingan pertahanan   keamanan      negara,         keselamatan
dan penanggulangan keadaan
marabahaya (Safety and Distress), pencarian dan pertolongan (Search and Rescue/
SAR), kesejahteraan masyarakat dan kepentingan umum.            

 

                    



Pasal 5

Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dinyatakan
dalam tabel alokasi frekuensi radio.

 (2)  Ketentuan mengenai tabel alokasi
frekuensi radio sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan
dengan keputusan Menteri.

 

Pasal 6

    Perencanaan penggunaan spektrum frekuensi
radio meliputi :
                                                             

a.     perencanaan
penggunaan pita frekuensi radio (band plan); dan            

b.     perencanaan
penggunaan kanal frekuensi radio (channeling plan)          

                                                                                                 

           

Bagian Kedua

Penggunaan

Pasal 7

 

 (1)  Penggunaan frekuensi radio oleh kapal
berbendera asing yang beroperasi di wilayah perairan Indonesia hanya
dipakai untuk keperluan :

a.      laporan
masuk; dan        

b.     laporan
ke luar.   

 (2)  Laporan masuk sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf a dilakukan sebelum kapal berbendera asing memasuki
wilayah perairan Indonesia.

 (3)  Laporan keluar sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf b dilakukan saat kapal berbendera asing keluar dari
wilayah perairan Indonesia.

                                                                                                           

Pasal 8

(1)  Penggunaan frekuensi radio oleh kapal
berbendera asing yang beroperasi di wilayah perairan Indonesia selain
dipakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, dapat pula :

 

a.      digunakan
untuk kepentingan keselamatan kapal dan pelayaran, navigasi pelayaran,
keamanan negara, pencarian dan pertolongan (SAR), bencana alam, keadaan
marabahaya, wabah; atau

b.    
disambungkan
ke jaringan telekomunikasi yang dioperasikan oleh penyelenggara
telekomunikasi; atau

c.     
merupakan
bagian dari sistem komunikasi satelit yang penggunaannya sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dalam penyelenggaraan telekomunikasi dinas
bergerak pelayaran.

 

(2)  Ketentuan mengenai tatacara penggunaan frekuensi radio sebagaimana dimaksud
dalam
ayat (1) diatur dengan keputusan Menteri.

                                     

 

Pasal 9

Penggunaan
frekuensi radio oleh pesawat udara sipil asing yang beroperasi dari dan ke
wilayah udara Indonesia dipakai untuk keperluan :

 

a.      laporan
masuk; dan        

b.     laporan
ke luar.   (2)  Laporan masuk sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf a. dilakukan sebelum pesawat udara sipil asing
memasuki wilayah udara Indonesia.

 

(3)  Laporan keluar sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf b. dilakukan sebelum pesawat udara sipil asing
keluar dari wilayah udara Indonesia.

                                                                                                 

                                                                                       

Pasal 10

                                                                                                 

(1)   Penggunaan
frekuensi radio oleh pesawat udara sipil asing yang beroperasi dari dan ke  wilayah udara Indonesia selain dipakai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, dapat pula :

a.      digunakan
untuk kepentingan keselamatan lalulintas penerbangan, navigasi
penerbangan, keamanan negara, pencarian dan pertolongan (SAR), bencana
alam, keadaan marabahaya, wabah; atau

b.    
disambungkan
ke jaringan telekomunikasi yang dioperasikan oleh penyelenggara
telekomunikasi; atau

c.     
merupakan
bagian dari sistem komunikasi satelit yang penggunaannya sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dalam penyelenggaraan telekomunikasi dinas
bergerak penerbangan.

(2)  
Ketentuan
mengenai tatacara penggunaan frekuensi radio sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.

                                                                                                 

Pasal 11

                                                                                         

(1)  Alokasi pita frekuensi radio bagi penyelenggaraan telekomunikasi khusus
untuk
keperluan pertahanan keamanan negara
ditetapkan oleh Menteri.

(2)  
Perencanaan
dan penggunaan atas alokasi pita frekuensi radio untuk keperluan
pertahanan negara ditetapkan oleh Panglima Tentara Nasional Indonesia.  

(3)  
Perencanaan
dan penggunaan atas alokasi pita frekuensi radio untuk keperluan
keamanan negara ditetapkan oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia.

                                                                                                 

Pasal 12

                                                                                         

Penggunaan kanal frekuensi radio untuk kerperluan
pertahanan keamanan negara
ditetapkan oleh Menteri berdasarkan usulan
dari Panglima Tentara Nasional Indonesia atau Kepala Kepolisian Republik
Indonesia.

                                                                                               

 

Pasal 13

Panglima Tentara Nasional Indonesia memberitahukan perencanaan dan
penggunaan atas alokasi pita frekuensi radio dan atau kanal frekuensi radio
bagi penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan pertahanan negara
kepada Menteri.

(2)  
Kepala
Kepolisian Republik Indonesia memberitahukan perencanaan dan penggunaan
atas alokasi pita frekuensi radio dan atau kanal frekuensi radio bagi
penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan keamanan negara kepada
Menteri.

(3)  
Pemberitahuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) mencakup hal-hal
sebagai berikut :

a.     
pita
dan atau kanal frekuensi radio yang digunakan;
       

b.    
lokasi
penggunaan stasiun radio; dan
            

c.      spesifikasi
teknis.            

                                                                                                 

Pasal 14

 

 (1)  Menteri dapat menetapkan penggunaan bersama pita frekuensi radio dan atau
kanal
frekuensi radio.

(2)  
Penetapan
pita frekuensi radio dan atau kanal frekuensi radio yang digunakan secara
bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dikoordinasikan dengan pengguna
yang sudah ada atau antar pengguna.

(3)  
Penetapan
penggunaan bersama pita frekuensi radio dan atau kanal frekuensi radio
harus memenuhi prinsip efisiensi dan tidak saling mengganggu.

(4)  
Pelaksanatan
penetapan penggunaan bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
mengikuti ketentuan internasional.

                                                                                                 

Pasal 15

 

 Penggunaan bersama pita frekuensi radio dan atau kanal frekuensi radio
dapat berbentuk
pembedaan waktu, wilayah, atau teknologi.

                                                                                                 

Pasal 16

                                                                                         

Penggunaan
bersama pita frekuensi radio dan atau kanal frekuensi radio dengan pengguna
di negara lain harus dikoordinasikan oleh Administrasi Telekomunikasi
Indonesia dengan administrasi telekomunikasi negara dimaksud.

 

                                                                                                           

Bagian Ketiga
Perizinan

 

Pasal 17

                                                                                                 

(1) 
Penggunaan
spektrum frekuensi radio untuk penyelenggaraan telekomunikasi wajib mendapatkan
izin Menteri.



(2) 
Izin
penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
merupakan penetapan penggunaan spektrum frekuensi radio dalam bentuk pita
frekuensi radio atau kanal frekuensi radio.

(3) 
Ketentuan
mengenai tata cara perizinan dan ketentuan operasional penggunaan
spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan
Keputusan Menteri.

                                                                                                 

Pasal 18

                                                                                                 

(1)  
Izin
penggunaan spektrum frekuensi radio dalam rangka penyelenggaraan
telekomunikasi diberikan melalui tahapan pengalokasian frekuensi radio dan
penetapan penggunaan frekuensi radio.

(2)  
Pemegang
izin penggunaan spektrum frekuensi radio wajib melaporkan rencana
penempatan stasiun radionya kepada Menteri.

(3)  
Dalam
hal rencana penempatan stasiun radio dapat mengganggu stasiun radio lain,
pemegang izin penggunaan spektrum frekuensi radio harus merubah rencana
penempatan stasiun radio dan atau parameter teknisnya.

(4)   Pelaporan
penempatan stasiun radio harus disertai parameter-parameter teknis.
    

                                                                                                 

 

Pasal 19

 

              Berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 Menteri menetapkan izin
stasiun radio sesuai
hasil analisa teknis.

                                                                                                 

Pasal 20

 

(1)  Spektrum           frekuensi       radio   dapat
digunakan untuk kegiatan        penyelenggaraan
telekomunikasi
yang bersifat sementara.

(2)  
Penggunaan
spektrum frekuensi radio yang bersifat sementara sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) paling lama 1 (satu) tahun.

(3)  
Izin
penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diberikan dalam bentuk izin stasiun radio sementara.

(4)  
Ketentuan
mengenai tata cara perizinan penggunaan spektrum frekuensi radio yang
bersifat sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan
Keputusan Menteri.

                                                                                                 

                                                                                       

Pasal 21

 

(1)  Permohonan izin penggunaan spektrum frekuensi
radio diajukan secara tertulis kepada
Menteri.

(2)  
Permohonan
izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk penggunaan frekuensi
radio bagi penyelenggaraan telekomunikasi, harus dilengkapi dengan salinan
izin prinsip.

(3)  
Permohonan
izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk pengembangan
penyelenggaraan telekomunikasi, harus dilengkapi dengan salinan izin
penyelenggaraan telekomunikasi yang dimilikinya.

                                                                                                 

Pasal 22

 

Permohonan izin
    penggunaan spektrum       frekuensi radio   bagi
   penyelenggaraan
telekomunikasi
khusus untuk keperluan perseorangan, dinas khusus, sistem komunikasi radio
lingkup terbatas dan sistem komunikasi radio dari titik ke titik tidak perlu
menyertakan izin prinsip dan atau izin penyelenggaraan telekomunikasi.

                                                                                                 

Pasal 23

                                                                                                 

(1)   Izin
stasiun radio untuk penggunaan spektrum frekuensi radio dalam bentuk pita
frekuensi radio diberikan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun dan
dapat diperpanjang 1 (satu) kali selama 10 (sepuluh) tahun.

(2)   Izin
stasiun radio untuk penggunaan spektrum frekuensi radio dalam bentuk kanal
frekuensi radio diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat
diperpanjang 1 (satu) kali selama 5 (lima) tahun.

                                                                                                 

Pasal 24

 

(1)  Pemegang izin stasiun radio yang telah
habis masa perpanjangannya dapat memperbaharui izin stasiun
radio melalui proses permohonan izin baru.

(2)
 Pemegang izin stasiun radio sebagimana
dimaksud dalam ayat (1) memperoleh prioritas dalam proses permohonan izin
baru.

                                                                                                 

Pasal 25

 

(1)  Pemegang alokasi frekuensi radio tidak
dapat mengalihkan alokasi frekuensi radio yang telah diperolehnya kepada
pihak lain.

(2)  Izin stasiun radio tidak dapat dialihkan kepada
pihak lain kecuali ada persetujuan dari
Menteri.

 

 

Pasal 26

 

Frekuensi radio yang tidak digunakan lagi
wajib dikembalikan kepada Menteri.

                                                                                                 

Bagian Keempat

Realokasi
Frekuensi Radio

                                                                                                 

Pasal 27

 

(1)  Realokasi frekuensi radio dilakukan karena adanya perubahan alokasi
frekuensi radio
internasional dan atau penyesuaian
peruntukannya.

(2) 
Menteri
menetapkan alokasi frekuensi radio baru sebagai pengganti alokasi frekuensi
radio sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

(3) 
Dalam
pelaksanaan realokasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Menteri
memberitahukan rencana realokasi frekuensi radio kepada pemegang izin
stasiun radio sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sebelum penetapan alokasi
frekuensi radio baru.

                                                                                                 

Pasal 28

                                                                                         

Dalam hal realokasi frekuensi dilakukan sebelum
izin stasiun radio berakhir, pengguna
spektrum frekuensi radio
baru wajib mengganti segala biaya yang ditimbulkan akibat realokasi frekuensi
radio kepada pengguna spektrum frekuensi radio lama.

                                                                                                 

Bagian Kelima
Biaya Hak Penggunaan (BHP)
Spektrum Frekuensi Radio

                                                                                                 

Pasal 29

 

(1)  Setiap pengguna spektrum frekuensi radio untuk tujuan penyelenggaraan
telekomunikasi
wajib membayar biaya hak penggunaan spektrum
frekuensi radio.

(2)  
Dalam
menetapkan besarnya biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio digunakan
formula dengan memperhatikan komponen :

a.      jenis
frekuensi radio;      

b.    
lebar
pita dan atau kanal frekuensi radio;
      

c.      luas
cakupan;      

d.     lokasi;
      

e.      minat
pasar.         

(3)  
Biaya
hak penggunaan spektrum frekuensi radio mulai dikenakan pada saat izin stasiun
radio diterbitkan. (4) Biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio
dibayar dimuka setiap tahun.

                                                                                                 

Pasal 30

Biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio bagi
penggunaan bersama pita frekuensi
radio dan atau kanal frekuensi radio
dibebankan secara penuh kepada masing-masing pengguna.

                                                                                                 

Pasal 31

(1)  Penggunaan spektrum frekuensi radio untuk penyelenggaraan telekomunikasi
yang tidak
dikenakan biaya hak penggunaan spektrum
frekuensi radio meliputi :

a.     
telekomunikasi
khusus untuk keperluan pertahanan keamanan negara;
        

b.    
telekomunikasi
khusus untuk keperluan dinas khusus;
    

c.     
telekomunikasi
khusus untuk keperluan instansi pemerintah yang digunakan oleh
perwakilan negara asing di Indonesia ke dan atau dari negara asal
berdasarkan azas

timbal balik.

(2)  Penggunaan spektrum frekuensi radio untuk penyelenggaraan telekomunikasi
yang tidak dikenakan biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio selain
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

 

BAB IV

ORBIT SATELIT

 

Bagian Pertama

Penggunaan

Pasal 32

                                                                                         

(1)  Penyelenggara telekomunikasi yang akan menggunakan satelit wajib mengajukan permohonan pendaftaran penggunaan satelit secara tertulis kepada Menteri.

(2)  Permohonan sebagaimana dalam ayat (1)
sekurang-kurangnya memuat parameter teknis
yang
meliputi rencana lokasi satellit pada orbit, daerah cakupan, dan frekuensi
radio yang akan digunakan.

 

                                                                                                 

Pasal 33

                                                                                         

(1)  Menteri   selaku           Administrasi Telekomunikasi Indonesia      mendaftarkan          rencana penggunaan satelit ke International
Telecommunication Union.

 (2)  Pendaftran sebagimana dimaksud dalam ayat (1) mengikuti tahapan publikasi
awal,
koordinasi, dan notifikasi.

                                                                                                 

Pasal 34

(1)  Menteri menetapkan penggunaan lokasi satelit pada
orbit untuk penyelenggaraan
telekomunikasi.

(2)  
Masa
berlaku penggunaan lokasi satelit pada orbit sesuai dengan umur satelit dan
dapat
diperpanjang.

(3)  
Penetapan
penggunaan lokasi satelit pada orbit untuk penyelenggaraan telekomunikasi
tidak dapat dialihkan.

                                                                                                 

Bagian Kedua

Biaya Hak Penggunaan (BHP)
Orbit Satelit

 

Pasal 35

                                                                                         

(1)  Setiap penyelenggara telekomunikasi yang menggunakan lokasi satelit pada
orbit wajib
membayar biaya hak penggunaan orbit
satelit.

(2)   Besaran
biaya hak penggunaan orbit satelit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah tersendiri.

(3)  
Dalam
penetapan besarnya biaya hak penggunaan orbit satelit diperhatikan komponen :

a.      biaya
pendaftaran;         

b.    
biaya
koordinasi.
             

 

(4)
 Biaya hak penggunaan orbit satelit
dikenakan 1 (satu) kali sepanjang usia satelit dan
dibayar
dimuka.

(5)  Ketentuan mengenai tata cara pembayaran biaya hak penggunaan orbit satelit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.

                                                                                                 

BAB V
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

Pasal 36

 

(1)  Menteri melakukakan pengawasan dan pengendalian terhadap penggunaan
spektrum
frekuensi radio dan atau orbit satelit.

(2)  
Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan dengan kegiatan observasi,
monitoring, dan penertiban.

(3)  
Ketentuan mengenai tata cara pengawasan dan
pengendalian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan
Keputusan Menteri.

(4)  
 

                                                                                                 

Pasal 37

 

(1)  Pengguna frekuensi radio harus melaporkan terjadinya gangguan terhadap
frekuensi
radio kepada Menteri.

(2)  Menteri melakukan upaya untuk mengatasi gangguan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

                                                                                                 

Pasal 38

                                                                                         

(1)  Dalam hal sumber gangguan frekuensi radio berasal dari negara lain, Menteri melaksanakan koordinasi dengan negara asal gangguan.

(2)   Menteri dan administrasi telekomunikasi
negara asal gangguan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) melakukan
upaya bersama untuk menanggulangi gangguan frekuensi radio.

(3)   Menteri melaporkan terjadinya gangguan
frekuensi radio, dan melaporkan hasil
penanggulangan gangguan
frekuensi radio kepada International Telecommuncation Union.

                                                                                               

 

 

 

  

BAB VII  

KETENTUAN PENUTUP Pasal
39

                                                                     

                                                                    

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku
pada tanggal 8 September 2000. 
      Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

                                                                                                 

                                                                                      

 

                                                                                     

 Ditetapkan di: Jakarta
                                      

                                                                                     

 Pada tanggal: 11 Juli 2000
                             

                                                                                     

                         

                                                                                     

                         

                                                                                     

       PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
     

                                                                                     

                                     ttd
                                   

                                                                                      

                 ABDURRAHMAN
WAHID
               

                                                                                     

                         

                                                                                     

                         

     Diundangkan
di Jakarta

                         

     pada
tanggal 11 Juli 2000

                         

                                                                                                                         

            SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
                    ttd
                                         
DJOHAN EFFENDI
     



          

                                                                                                                         

LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 108

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2OOO


TENTANG
PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO DAN ORBIT SATELIT

 

U M U M

 

Spektrum frekuensi radio dan orbit satelit merupakan sumber
daya alam terbatas, dan penggunaan spektrum
frekuensi radio harus sesuai dengan peruntukannya serta tidak saling menganggu
mengingat sifat spektrum frekuensi radio dapat merambat ke segala arah tanpa
mengenal batas wilayah negara.

 

Sumber daya alam tersebut perlu dlkelola dan diatur
pembinaannya guna memperoleh manfaat yang optimal dengan memperhatikan kaidah
hukum nasional maupun international seperti konstitusi dan konvensi
International Telecommunication Union serta Radio Regulation.

 

Dalam rangka pengaturan pengelolaan dan pembinaan sumber
daya alam dimaksud, dirasakan perlu untuk menetapkannya dalam Peraturan
Pemerintah. Dalam Peraturan Pemerintah ini ditegaskan bahwa pembinaan
penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit dilakukan oleh Menteri.

 

Hal ini dikarenakan spektrum frekuensi radio dan orbit
satelit adalah sumber daya alam yang terbatas. Oleh karena itu, perlu kiranya ada perencanaan terhadap penggunaan sumber
daya alam dimaksud. Penggunaan spektrum frekuensi radio untuk penyelenggaraan
telekomunikasi wajib mendapatkan izin Menteri. Sedangkan untuk penggunaan,
satelit wajib mengajukan permohonan pendaftaran penggunaan satelit kepada
Menteri.

 

Penggunaan
terhadap spektrum frekuensi radio dan penggunaan lokasi satelit pada orbit
dikenakan biaya penggunaan yang besarannya ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah tersendiri. Terhadap penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit
satelit dilakukan pengawasan dan pengendalian oleh Menteri. Dalam hal adanya
gangguan frekuensi radio, pengguna frekuensi radio harus melaporkannya kepada
Menteri. Dan Menteri akan melakukan upaya perbaikan terhadap gangguan tersebut.
Apabila sumber gangguan berasal dari negara lain maka Menteri melakukan
koordinasi dengan administrasi telekomunikasi negara asal gangguan.

                                                                                                 

                        

PASAL DEMI PASAL

 

Pasal 1

Cukup jelas

 

Pasal 2

Cukup jelas

 

Pasal 3

Ayat (1)

Cukup jelas

 

Ayat (2) Huruf a

Lokasi satelit pada orbit adalah tempat
kedudukan satelit pada orbit satelit baik geostationer maupun non-geostationer.
Untuk mendapatkan lokasi satelit pada orbit diperlukan proses pendaftaran ke
International Telecommunication Union oleh Administrasi Telekomunikasi
Indonesia.

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Yang dimaksud dengan pendayagunaan antara
lain penggunaan frekuensi radio
secara bersama (sharing), dan penetapan
kembali alokasi frekuensi radio sesuai dengan perkembangan teknologi
(realokasi).

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Monitoring, observasi dan penertiban
dimaksudkan antara lain untuk memberikan
perlindungan kepada
pengguna spektrum frekuensi dari gangguan yang merugikan.

 

Pasal 4

Cukup jelas

 

Pasal 5

Ayat (1)

Tabel
alokasi frekuensi radio adalah tabel yang berisi pengalokasian pita frekuensi
radio secara rinci berdasarkan dinas-dinas sebagaimana yang tercantum
pada Peraturan Radio International (Radio Regulation). Tabel alokasi frekuensi
radio untuk Indonesia diatur dengan mengacu kepada tabel alokasi frekuensi
international untuk wilayah 3 (Region 3) sesuai dengan ketentuan International
Telecommunication Union (ITU).

Ayat (2)

Cukup jelas

 

Pasal 6

Huruf a

Perencanaan penggunaan pita frekuensi radio adalah
pembagian pita frekuensi radio
di dalam alokasi frekuensi radio untuk
keperluan telekomunikasi dan bukan telekomunikasi.

Huruf b

Perencanaan penggunaan kanal frekuensi
radio ditujukan untuk menetapkan frekuensi kerja suatu stasiun radio.

 

Pasal 7

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan laporan masuk dan
laporan keluar adalah pemberitahuan
kepada instansi yang berwenang
dalam hal ini penguasa pelabuhan (port authority) terdekat tentang waktu masuk
dan keluarnya kapal berbendera asing dari wilayah perairan Indonesia.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

 

Pasal 8

Cukup jelas

 

Pasal 9

Ayat (1)

Yang
dimaksud dengan laporan masuk dan laporan keluar adalah pemberitahuan
kepada penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan melalui komunikasi
radio dinas bergerak penerbangan mengenai masuk dan keluarnya pesawat udara
sipil asing dari wilayah udara Indonesia.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

 

Pasal 10

Cukup jelas

 

Pasal 11

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Perencanaan dan penggunaan atas pita frekuensi
radio diperuntukan bagi kegiatan
operasional pertahanan.

Ayat (3)

Perencanaan dan penggunaan atas pita frekuensi
radio diperuntukan bagi kegiatan
operasional keamanan.

 

Pasal 12

Cukup jelas

 

Pasal 13

Ayat (1)

Dalam
rangka perencanaan dan penggunaan alokasi pita frekuensi radio atau kanal
frekuensi radio, seperti mendirikan stasiun radio untuk keperluan
pertahanan keamanan negara, Panglima Tentara Nasional Indonesia atau Kepala
Kepolisian Republik Indonesia harus memberitahukan penggunaan frekuensi radio
kepada Menteri untuk kepentingan perencanaan penggunaan spektrum frekuensi
radio secara nasional.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

 

Pasal 14

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan
penggunaan bersama (sharing) adalah penggunaan frekuensi radio yang sama
untuk dua atau lebih dinas komunikasi radio.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Ketentuan
internasional yang dimaksud merujuk kepada peraturan-peraturan yang
ditetapkan oleh International Telecommunication Union.

 

Pasal 15

Yang
dimaksud dengan pembedaan waktu (time separation) untuk penggunaan bersama
antara lain adalah pembedaan waktu pengoperasian perangkat radio. Dan pembedaan wilayah (spatial separation)
antara lain adalah pembedan lokasi dan pembedaan arah pola radiasi antena.
Serta
pembedaan teknologi (technology separation) antara lain adalah pembedaan
polarisasi dan pembedaan kode akses (Code Division Multiple Acces/CDMA).

 

Pasal 16

Yang
dimaksud dengan koordinasi adalah proses penjajakan kemungkinan penggunaan
bersama pita frekuensi radio dan atau kanal frekuensi radio melalui
perhitungan teknis gangguan frekuensi radio antara dua atau lebih administrasi
telekomunikasi.

 

Koordinasi yang dimaksud meliputi :

a.     
koordinasi antara pengguna pita frekuensi radio
dan atau kanal frekuensi radio terestrial – terestrial;

b.     koordinasi antara pengguna pita frekuensi
radio dan atau kanal frekuensi radio terestrial – satelit;

c.     
koordinasi
antara pengguna pita frekuensi radio dan atau kanal frekuensi radio satelit

– satelit.

 

Pasal 17

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Izin penggunaan spektrum frekuensi radio
dalam bentuk pita frekuensi radio
diperuntukkan bagi keperluan sistem
telekomunikasi tertentu yang memerlukan lebar pita frekuensi radio tertentu.
Sedangkan izin penggunaan frekuensi radio dalam bentuk kanal frekuensi radio
diperuntukkan bagi sistem telekomunikasi titik ke titik (point to point) atau
titik ke banyak titik (point-to-multi point) yang hanya memerlukan satu kanal
frekuensi radio.

Ayat (3)

Cukup jelas

 

Pasal 18
 

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan
stasiun radio lain adalah stasiun radio yang telah memiliki
izin.

Ayat (4)

Yang
dimaksud dengan parameter-parameter teknis antara lain mencakup daya
pancar, fekuensi radiio, daerah cakupan, arah pancar, penguatan antena
(gain antenna), dan letak geografis.

 

Pasal 19

Yang dimaksud dengan
hasil analisa teknis adalah hasil perhitungan dari parameter-
parameter teknis.

 

Pasal 20
 

Ayat (1)

Kegiatan-kegiatan
yang bersifat sementara adalah kegiatan yang menggunakan spektrum
frekuensi radio kurang dari 1 (satu) tahun, contohnya kegiatan kenegaraan,
penelitian atau pameran yang berskala nasional atau internasional.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

 

Pasal 21

Cukup jelas.

 

Pasal 22

Cukup jelas

 

Pasal 23

 Ayat (1)

Sepanjang
masa laku izin penggunaan frekuensi radio dilaksanakan evaluasi secara
berkala untuk memperoleh gambaran unjuk kerja pelayanan kepada
masyarakat guna bahan masukan penilaiannya. Hasil penilaian tersebut merupakan masukan untuk bahan pertimbangan
keputusan untuk pengakhiran izin atau perpanjangan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

 

Pasal 24

Cukup jelas.

 

Pasal 25

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Pada prinsipnya izin stasiun radio tidak
dapat dialihkan. Namun, dalam hal
kepemilikan perusahaan dialihkan dan atau
ada penggabungan antar dua perusahaan atau lebih, maka pengalihan izin stasiun
radio dimungkinkan setelah mendapatkan persetujuan dari Menteri.

 

Pasal 26

Cukup jelas

 

Pasal 27

Ayat (1)

Penyesuaian peruntukan    frekuensi       radio   dimungkinkan
      karena          adanya
perkembangan dan perubahan teknologi.
Penyesuaian peruntukan dimaksud merupakan hasil kajian konvensi yang
dilaksanakan, disepakati, dan dituangkan dalam ketentuan.

 

Ayat (2)

Cukup jelas 

Ayat (3)

Perencanaan realokasi frekuensi diupayakan
dilaksanakan sedini mungkin untuk meminimalisasi biaya-biaya yang dapat
ditimbulkan akibat proses realokasi.

 

Pasal 28

Bentuk ganti rugi atau besarnya biaya
ganti rugi akibat realokasi frekuensi radio
ditetapkan
berdasarkan kesepakatan antar pengguna spektrum frekuensi radio lama dan
pengguna spektrum frekuensi radio baru.

 

Pasal 29

Cukup jelas

 

Pasal 30

Cukup jelas

 

Pasal 31

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Jenis
penggunaan spektrum frekuensi radio untuk keperluan dinas khusus
meliputi antara lain astronomi, navigasi pelayaran dan penerbangan,
pencarian dan pertolongan (SAR), balai monitoring frekuensi nasional,
keselamatan penerbangan, keselamatan pelayaran, meteorologi dan geofisika, dan
penginderaan jarak jauh.

Huruf c

Yang
dimaksud dengan azas timbal balik adalah kesepakatan bersama antara
negara Indonesia dengan negara lain untuk saling membebaskan biaya
penggunaan spektrum frekuensi radio untuk hubungan ke dan atau dari negara
asal.

Yang dimaksud dengan
perwakilan negara asing termasuk di antaranya badan/organisasi dunia di bawah
Perserikatan Bangsa Bangsa dan organisasi resmi regional seperti ASEAN.

Ayat (2)

Cukup jelas

 

Pasal 32

Cukup jelas

 

 Pasal 33

Cukup
jelas

 

Pasal 34

Ayat (1)

Penetapan penggunaan lokasi satelit pada
orbit didasarkan kepada rencana penggunaan satelit dan hasil koordinasi dengan
Administrasi Telekomunikasi Negara lain.

Dalam hal koordinasi satelit belum selesai
seluruhnya, izin penggunaan frekuensi radio untuk segmen bumi dapat diberikan
dengan syarat koordinasi tetap dilanjutkan hingga selesai.

Ayat (2)

Umur satelit adalah masa satelit tersebut
berfungsi sesuai peruntukannya.

Perpanjangan penggunaan lokasi satelit pada orbit
tetap melalui tahapan-tahapan sesuai ketentuan International Telecommunication
Union.

Ayat (3)

Pada dasarnya hak penggunaan lokasi satelit pada
orbit adalah pada Administrasi
Telekomunikasi Indonesia.

 

Pasal 35

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Huruf a

Biaya pendaftaran
adalah biaya pendaftaran lokasi satelit pada orbit ke Interntional
Telecommunication Union.

Huruf b

Koordinasi yang
dimaksud adalah koordinasi frekuensi dengan administrasi telekomunikasi
negara lain.

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

 

Pasal 36

Cukup jelas

 

Pasal 37

Cukup jelas

 

 Pasal 38

Cukup jelas
     

 

Pasal 39

Cukup jelas

 

 

 

TAMBAHAN LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3981

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                             

 

Comments are not available at the moment.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked*

*

*

Related post
PP. NOMOR 52 TAHUN 2000

Namakuzo

23 Aug 2023

  PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan mengenai penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, dipandang perlu untuk menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi. Mengingat : 1.      Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2.      …

KETENTUAN UMUM – Pasal 1

Namakuzo

19 Aug 2023

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG SERTIFIKASI OPERATOR RADIO MARITIM BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1  Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan/atau penerimaan dari hasil informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya. Alat Telekomunikasi adalah setiap …

x
x